Minggu, 01 Mei 2016

APPRECIATING GOD’S LOVING ANGER

Resensi Buku Oleh Yostan


Setiap orang yang ingin bertumbuh dalam pengetahuan akan Allah akan di pacu untuk terus memahami apa itu murka Allah. Murka Allah itu bukan seperti ketika kita marah kepada orang lain atau ketika orang lain marah kepada kita. Orang berpikir bahwa ketika kita mempelajari murka Allah berarti membicarakan topik yang suram, pertanda buruk, dan menimbulkan ancaman tetapi ternyata ketika mempelajari murka Allah kita bisa mendapat banyak mamfaat. Antara lain, pengahargaan terhadap sifat Allah, keyakinan yang lebih kuat terhadap perlindungan-Nya, motivasi yang semakin tinggi  terhadap kekudusan dan ketaatan serta pemahaman yang lebih jelas mengenai dalamnya kasih Allah.

Dalam  buku ini juga sangat jelas memberikan gambaran bagaimana murka Allah itu sendiri. Murka Allah berasal dari hati nurani yang murni dan pengasih, dan murka itu tidak mengandung motif jahat. Murka Allah selalu disebabkan oleh ketidaktaatan kita. Murka Allah sering dinetralkan oleh pertobatan kita. Dalam buku ini juga menguraikan beberapa hal negatif dari kemarahan manusia yang tidak menjadi ciri-ciri dari murka Allah yaitu, kemarahan manusia yang tak terduga, kemarahan manusia yang mementingkan diri sendiri, kemarahan manusia disebabkan oleh hal-hal kecil serta kemarahan manusia yang mudah tersulut. 

Dalam buku ini juga mendeskripsikan tentang bagaimana murka Allah yang akan datang. Murka Allah yang akan datang dapat kita pelajari pada kitab Wahyu dimana menggambarkan kesengsaraan yang mengerikan. Sebagai orang percaya yang  telah ditebus oleh Allah kita  tidak perlu takut akan kedatangan hari murka Allah. Oleh karena kita percaya dengan sungguh-sungguh bahwa Tuhan Yesus yang mati di Salibkan dan bangkit telah menyelamatkan kita dari murka Allah. Bila kita telah menerima Yesus Kristus sebagai Tuhan dan Juruselamat maka kita tidak perlu takut dengan hari murka Allah yang akan datang atau penghakiman kekal. 
Referensi :
JUDUL  : APPRECIATING GOD’S LOVING ANGER

PENULIS : STEVEN A BLY
PENERJEMAH  : DRA. FENNY VERONICA
PENERBIT  :  YAYASAN GLORIA YOGYAKARTA
CETAKAN  : 1997
TEBAL : 48 HALAMAN

Jumat, 22 April 2016

Faktor Kepimimpinan Transformasi dan Transaksi


    A.    Transformational Leadership Factor
Kepemimpinan merupakan bidang ilmu yang kompleks dan modifikatif. Para pakar sepakat bahwa kepimimpinan dapat diartikan sebagai sebuah proses mempengaruhi yang terjadi antara pemimpin dan bawahannya untuk mencapai kinerja optimal yang sesuai dengan standar yang telah ditetapkan sebuah lembaga atau organisasi (Masrukhin dan Waridin, 2006). Dalam Mulyadi dan Rivai (2009), seorang pemimpin  dalam kepimimpinannya memerlukan gaya kepimpinan yang harus ditunjukan kepada pegawainya. Konsep kepimimpinan transformasional dan transaksional mengalami perkembangan sejak dipopulerkan oleh Bass. Kepimimpinan transformasional berasaskan pada pengembangan bawahan, dimana pemimpin mengarahkan dan mengembangkan potensi bawahan untuk mencapai bahkan melampaui tujuan lembaga atau organisasi (Dvir dkk., 2002). P. V. Lewis menegaskan bahwa tujuan dari pemimpin transformasional adalah untuk mengubah orang dan organisasi: mengubah pikiran dan hati; memperbesar visi, wawasan, dan pemahaman; memperjelas tujuan; membuat perilaku kongruen dengan keyakinan, prinsip, dan nilai-nilai; dan membawa perubahan yang permanen, mengabadikan diri, dan membangun ( Sahgal dan Pathak, 2007).

 

     Gambar : Unsur Kepimimpinan Transformasional (Nikezić dkk.,2012)

Avolio dan Bass (1995) mengklasifikasi kepemimpinan transformasional ke dalam 4 keterampilan yang harus dimiliki seorang pemimpin, seperti :

          1.      Idealized Influence (Pengaruh Ideal)
Ketrampilan pertama yang harus dimiliki seorang pemimpin dalam kepimpinannya pada institusi atau lembaga diharuskan memiliki pengaruh ideal. Pengaruh ideal merupakan keyakinan pengikut dan penghargaan yang terbentuk untuk menerima perubahan radikal dalam organisasi (P. V. Lewis, 1996). Pemimpin dengan pengaruh ideal dihormat, dihargai, dan terpercaya. Bawahan mengagumi, bersosialisasi, dan mencoba untuk meniru pemimpin dengan pengaruh ideal (Halan, 2004). Pemimpin dengan keterampilan ini, tidak menggunakan posisi dan kemampuannya untuk mencapai kepentingan pribadi, tetapi mengarahkan bawahan untuk menggunakan potensi mereka untuk mencapai tujuan bersama (P. V. Lewis, 1996).

           2.      Inspirational Motivation (Motivasi Inspirasi)
Motivasi inspirasional adalah kemampuan untuk menginspirasi dan memotivasi pengikut untuk menunjukkan perilaku yang sesuai. Perilaku tersebut meliputi antusiasme dan optimisme, merangsang kerja sama tim, fokus pada hasil yang positif, dan merangsang bawahan untuk antusias dan optimis. Itu adalah bahwa komponen kepemimpinan yang membangkitkan semangat dan rasa semangat tim untuk kebutuhan, nilai-nilai, dan emosi (Kotter, 2001). Pemimpin dengan keterampilan ini, memperhatikan kebutuhan bawahan, menyentuh imajinasi kolektif dan membantu karyawan membuat upaya luar biasa (Kets de Vries & Florent-Treacy, 2002). Kepimpinan transformasional dengan kemapuan ini akan terus bergerak hingga standar untuk posisi di mana mereka bisa.

          3.      Intellectual Stimulation (Stimulasi Intelektual)
P. V. Lewis (1996) melaporkan bahwa pemimpin transformasional intelektual menantang bawahan, mendorong pemeriksaan ulang setiap asumsi, dan mengembangkan kompetensi bawahan untuk mendorong perubahan dalam cara berpikir tentang isu-isu dan kinerja mereka; hal ini disebut sebagai keterampilan stimulasi intelektual. Pemimpin dengan keterampilan ini memberdayakan bawahan untuk mengalami realita dan mengambil kepemilikan untuk memecahkan masalah dan memberikan motivasi kepada bawahan untuk mencari pendekatan-pendekatan yang baru dalam melaksanakan tugas-tugas organisasi. Gaya kepemimpinan menunjukkan kemampuan mengambil risiko dan dinamisme untuk organisasi (Khandwalla, 1984).

          4.      Individualized Consideration (Konsiderasi Individu)
Pertimbangan individual adalah kemampuan untuk menganalisis bawahan atau karyawan. Ini adalah kemampuan pemimpin untuk mengamati, menganalisis, dan memprediksi kebutuhan dan keinginan setiap bawahannya. Pemimpin percaya pada orang dan peka terhadap kebutuhannya (Bennis & Nanus, 1985). Penekanannya adalah pada empati dan kasih sayang seimbang dengan kejujuran demi karyawan dan tim mereka (Dayal, 1977; J. B. P. Sinha & Sinha, 1990). Dengan perilaku mereka, pemimpin transformasional menunjukkan penerimaan perbedaan individu dan menetapkan tugas-tugas sesuai dengan afinitas pribadi mereka (Tichy & Devanna, 1986).

    B.    Transactional Leadership Factor
Kepemimpinan Transaksional dikenal sebagai kepemimpinan manajerial, berfokus pada peran pengawasan, organisasi, dan kinerja kelompok. Kepemimpinan transaksional adalah gaya kepemimpinan di mana pemimpin mendorong kepatuhan bawahannya melalui imbalan dan hukuman. Kepemimpinan transaksional bekerja di tingkat dasar kepuasan kebutuhan, di mana para pemimpin transaksional fokus pada tingkat yang lebih rendah dari. Pemimpin transaksional menggunakan model pertukaran, dengan imbalan yang diberikan untuk pekerjaan yang baik atau hasil yang positif. Sebaliknya, orang-orang dengan gaya kepemimpinan ini juga bisa menghukum kerja yang buruk atau hasil negatif, sampai masalah tersebut diperbaiki. Salah satu cara bahwa kepemimpinan transaksional berfokus pada tingkat yang lebih rendah dibutuhkan adalah dengan menekankan kinerja tugas tertentu (Hargis et al, 2001). Karakteristik kepimpinan transaksional terbagi atas :

            1.      Contigent Reward (Penghargaan Rombongan)
Continget reward dalam kepimpinan transaksional merupakan penghargaan pimpinan pada bawahannya atas pekerjaan yang telah dilakukan. Penghargaan berupa bonus, pertambahan penghasilan dan atau fasilitas. Hal ini merupakan penghargaan terhadap upaya yang telah bawahan lakukan  (ODUMERU, 2013).

           2.      Management By Exception (Manajemen Dengan Pengecualiaan )
Secara umum, manajemen dengan pengecualian adalah sejauh mana pemimpin mengambil tindakan koreksi atas dasar hasil transaksi pemimpin-bawahan. Howell dan Avolio (1993) mencatat perbedaan antara manajemen dengan pengecualian-aktif dan manajemen dengan pengecualian-pasif terletak pada waktu intervensi pemimpin. pemimpin aktif memantau perilaku pengikut, mengantisipasi masalah, dan mengambil tindakan korektif sebelum perilaku menciptakan kesulitan yang serius. pemimpin pasif menunggu sampai perilaku telah menciptakan masalah sebelum mengambil tindakan (Judge and Piccolo, 2004).
           3.      Laissez – Faire Leadersif (Kepemimpinan Laissez-Faire)
Kepemimpinan laissez-faire adalah menghindari atau tidak adanya kepemimpinan. Pemimpin yang skor tinggi pada laissez-faire kepemimpinan menghindari membuat keputusan, ragu-ragu dalam mengambil tindakan, dan tidak hadir saat dibutuhkan. Meskipun kepemimpinan laissez-faire memiliki beberapa kemiripan dengan manajemen dengan kepemimpinan pengecualian-pasif, para peneliti berpendapat bahwa kepemimpinan laissez-faire, karena merupakan tidak adanya kepemimpinan apapun (transformasional atau transaksional), harus diperlakukan secara terpisah dari dimensi transaksional lainnya (Avolio , 1999; Bass, 1998). Dengan demikian kepemimpinan laissez-faire sebagai terpisah dari kepemimpinan transformasional dan transaksional
    C.     Perbedaan Kepimpinan Transformasional dan Transaksional
Dalam Nikezić dkk (2012) perbedaan mendasar kepimimpinan transformasional dan transaksional, dapat dilihat pada tabel berikut :


No
Transacsional Leadership
Transformational Leadership
1
Leadership status quo
Leadership of changes
2
Followers achieve organizational goals through the process of rewarding or punishing

Motivating followers in process of achieving the tasks through establishing a common vision, ideals and moral values

3
Organizational culture is not changed

Change of organizational culture

4
Followers are motivated by appeals to their own interests that make in organization

Followers are motivated by group interests that coexist with the individual interests of group members


Pada Tabel ditunjukkan jumlah perbedaan antara gaya kepemimpinan transaksional dan transformasional. kepemimpinan transaksional, seperti yang terlihat pada tabel, tidak bisa mengembangkan maksimum potensi kepemimpinan. Gaya kepemimpinan transformasional menyediakan berbagai fungsi kepemimpinan dengan menciptakan kondisi untuk perubahan, penyesuaian lingkungan yang penuh gejolak dan merancang struktur organisasi baru perusahaan. Perubahan menyebabkan efek positif dan negatif pada bawahan, rasa takut dan harapan, optimisme dan kecemasan, tekanan dan insentif, persyaratan untuk membuang model bisnis lama dan mengadopsi arah baru, mengancam harga diri dan perasaan penciptaan nilai-nilai baru. Pemimpin melalui perubahan perlu bertindak berani dan dengan keyakinan untuk kebutuhan bawahan dan kepentingan organisasi (Tichy, 1984).

D.    REFERENCES

1.      Lewis, P. V. (1996). Transformational leadership: A new model for total church involvement. Nashville, TN: Broadman & Holman.
2.      Halan, Y. C. (2004). The making of a leader. Rai Management Journal, 1(1), 35-43.
3.      Sinha, J. B. P., & Sinha, D. (1990). Role of social values in Indian organizations. International Journal of Psychology, 25, 705-714.
4.      Tichy, N., & Devanna, M. (1986). The transformational leader. New York: John Wiley & Sons.
5.      Tichy, M., Ulrich, D., “The leadership challenge - A call for the transformational leader”, Sloan Management Review, (1984).
6.      Dayal, I. (1977). Change in work organizations: Some experiences of renewal of social systems. New Delhi, India: Concept.
7.      Avolio, B. J., & Bass, B. M. (1995). You can drag a horse to water, but you can’t make it drink, except when it is thirsty. Journal of Leadership Studies, 5, 1-17.
8.      Kotter, J. P. (2001). What leaders really do? Best of Harvard Business Review, 79(11), 85-96.
9.      Kets de Vries, M. F. R., & Florent-Treacy, E. (2002). Global leadership from A-Z: Creating high commitment organizations. Organizational Dynamics, 30(4), 295-309.
10.  Khandwalla, P. N. (1984). PI Management. International Studies of Management and Organisations. 14(2), 99-132.
11.  Bennis, W. G., & Nanus, B. (1985). Leaders: The strategies for taking charge. New York: Harper and Row.
12.  Sahgal , Punam and Pathak Anil. 2007. Transformational Leaders: Their Socialization, Self-Concept, and Shaping Experiences. International Journal of Leadership Studies, Vol. 2 Issue 3, 2007, pp. 263-279
13.  Masrukhin dan Waridin. 2006. Pengaruh Motivasi Kerja, Kepuasan Kerja, Budaya Organisasi dan Kepemimpinan terhadap Kinerja Pegawai, Jurnal Ekonomi & Bisnis, Vol. 7, No. 2.
14.  Mulyadi, Deddi. Dan Veithzal Rivai. 2009. Kepemimpinan dan Perilaku Organisasi. Jakarta : Rajawali Pers.
15.  Dvir T, Eden D, Avolio BJ, Shamir B. Impact of transformational leadership on follower development and performance: a field experiment. Academy of Management Journal 2002;45(4):735–44.
16.  Nikezić Srđan dkk.2012. Transactional And Transformational Leadership: Development Through Changes. International Journal for Quality research. Vol 6, No. 3
17.  Hargis, M. B., Wyatt, J.D., Piotrowski, C. (2001). Developing Leaders: Examining the Role of Transactional and Transformational Leadership across Contexts Business. Organization Development Journal 29 (3): 51–66
18.  Bass, B. M. (1998). Transformational leadership: Industry, military, and educational impact. Mahwah, NJ: Erlbaum.
19.  Avolio, B. J. (1999). Full leadership development. Thousand Oaks, CA: Sage.
20.  Odumeru, James A. 2013. Transformational vs. Transactional Leadership Theories: Evidence in Literature. International Review of Management and Business Research, Vol. 2 Issue.2
21.  Judge and Piccolo. 2004. Transformational and Transactional Leadership: A Meta-Analytic Test of Their Relative Validity. Journal of Applied Psychology, Vol. 89, No. 5, 755–768
22.  Howell, J. M., & Avolio, B. J. (1993). Transformational leadership, transactional leadership, locus of control, and support for innovation: Key predictors of consolidated business-unit performance. Journal of Applied Psychology, 78, 891–902.


.